TERIMA KASIH KUNJUNGAN ANDA DI WEBSITE PONDOK PESANTREN MODERN DARUL FALAH ENREKANG >>>> THANKS FOR YOUR VISITING ON DARUL FALAH ISLAMIC BOARDING SCHOOL WEBSITE

Kamis, 09 Juli 2009

DUNIA SANTRI

"Saya heran," kata Kyai Wahid ketika menyambut acara peluncuran website Akbar Tandjung, bulan lalu, "Kenapa setiap orang berpidato selalu menyatakan: 'Mari kita panjatkan syukur'...." Hadirin terdiam karena tidak mengerti ke mana arah ucapan tersebut. Dan struktur "psikologi massa" semacam inilah yang menjadi "makanan" Kiai Wahid. Sebagaimana biasanya, dengan tangkas ia menjawab teka-teki itu: "Memangnya (si) Syukur tidak bisa panjat sendiri?"

Mengembangkan tradisi kejenakaan yang cerdas, dalam arti mementaskan teka-teki dengan jawaban mengejutkan, merupakan tipikal kaum pesantren. Almarhum Pak Ud atau Jusuf Hasyim, paman Abdurrahman Wahid dan pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, berkisah tentang zaman revolusi. Seorang santri yang menjadi pejuang telah dibekali dengan fatwa: wajib maju menghadang musuh. Sebaliknya, setiap langkah mundur hukumnya haram.

Persoalannya, sang santri tiba-tiba harus berhadapan dengan sebuah tank Belanda. "Apa yang harus dilakukan?" tanya Pak Ud. Semua paham, betapa dilematis posisi pejuang santri tersebut secara fisik maupun religius. Maju berarti mengantar nyawa, dan mundur terkena sanksi agama. Tapi tak seorang pun bisa menjawab tantangan itu dengan tepat. Dengan kalem, Pak Ud menjawab sendiri: sang santri harus memiringkan posisi badannya. Dengan posisi miring, ia tak perlu kehilangan nyawa dan sekaligus tidak haram.

Ahli budaya dan kosmologi Jawa dari Cornell University, Benedict Anderson, pernah terpesona oleh teka-teki cerdas kaum santri Jawa ini. Dalam karyanya, Language and Power: Exploring Political Culture in Indonesia, ia tertarik pada teka-teki longan (kolong). Dalam konteks ini, kaum santri memperdebatkan konsep ada dan tiada dengan bertanya apakah longan itu betul-betul riil? Longan sebuah meja atau ranjang dengan mudah bisa diidentifikasikan. Tapi, bagaimana jika meja dan ranjang itu dipindahkan? Apakah posisi longan meja atau ranjang tersebut tetap ada?

Bermain logika dengan teka-teki cerdas dan jenaka ini tumbuh dalam keguyuban dunia pesantren. Tradisi itu berkembang karena struktur ritme kehidupan dunia santri ini bersifat self-sustain. Sifat ini bukan saja ditandai oleh kurang bergantungnya komunitas santri dalam ekonomi, budaya, dan intelektual pada aktor-aktor eksternal. Melainkan juga oleh berkembangnya mental qanaah (menerima apa adanya yang diberikan Tuhan) di kalangan mereka. Dalam ritme kehidupan yang berjalan secara teratur, tanpa tergesa-gesa, inilah gagasan-gagasan teka-teki cerdas muncul --bukan saja untuk mengasah otak, juga untuk memberi makna terhadap kehidupan itu sendiri.

Sumber : Gatra, 2008

Tidak ada komentar: