TERIMA KASIH KUNJUNGAN ANDA DI WEBSITE PONDOK PESANTREN MODERN DARUL FALAH ENREKANG >>>> THANKS FOR YOUR VISITING ON DARUL FALAH ISLAMIC BOARDING SCHOOL WEBSITE

Kamis, 27 Mei 2010

Koreksi Arah Kiblat


Di setiap tahunnya, Matahari akan berada tepat di atas Kakbah sebanyak dua kali. Yaitu pada tanggal 28 Mei pada pukul 12.18 waktu Arab Saudi atau 16.18 WIB (17.18 WITA) dan 16 Juli pada pukul 12.27 waktu Arab Saudi atau 16.27 WIB (17.27 WITA). Peristiwa ini bisa dimanfaatkan oleh siapapun yang berkepentingan (misalnya pengurus masjid) untuk melakukan koreksi arah kiblat. Bagaimana caranya?

Dirikanlah sebuah tongkat secara tegak lurus di area yang terkena sinar Matahari. Usahakan agar area yang digunakan dapat diberi tanda (dengan cat/spidol) agar arah kiblat dapat dituliskan nantinya. Atau gunakan kertas untuk melukiskan arah kiblatnya (lihat gambar di atas).

Lalu pada hari dan jam yang ditentukan, bayangan tongkat akan menunjukkan arah kiblat. Tandailah bayangan tongkat itu. Agar bisa digunakan di tempat lain, tandai juga arah mata angin di kertas itu dengan menggunakan kompas. Kemudian bandingkan antara arah mata angin dengan arah kiblatnya.

Kertas tersebut dapat kita gunakan untuk mengoreksi arah kiblat di masjid lain dengan melakukan langkah yang sebaliknya. Yaitu tentukan arah mata angin dengan kompas, lalu cocokkan dengan arah mata angin di kertas, dan kita pun bisa menentukan arah kiblat yang tepat di tempat tersebut.

Tempat-tempat yang tidak bisa mengamati Matahari pada saat itu (karena Matahari sudah tenggelam, misalnya di zona WIT) tidak akan bisa menggunakan cara ini di tanggal tersebut. Namun tidak perlu khawatir karena ada waktu lain yang bisa dimanfaatkan, yaitu tanggal 28 November pukul 00.09 waktu Arab Saudi atau 06.09 WIT dan 12 (atau 13) Januari pukul 00.29 waktu Arab Saudi atau 06.29 WIT. Di kedua waktu ini, Matahari terletak di titik antipode, yaitu titik yang berlawanan dengan koordinat Kakbah.

Bagaimana jika di waktu yang ditentukan awan menutupi Matahari? Sekali lagi tidak perlu khawatir karena kita masih bisa menggunakan metode ini dalam batas toleransi 2 hari sebelum dan sesudah hari yang ditentukan serta 5 menit sebelum dan sesudah jam yang ditentukan.

Rabu, 19 Mei 2010

MELUASNYA ALAM SEMESTA

Di tahun 1929, di Observatorium California Mount Wilson, Astronom berkebangsaan Amerika Edwin Hubble menghadirkan salah satu penemuan terbesar dalam sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia dapati bahwa cahaya dari bintang-bintang itu berubah ujung spektrumnya menjadi merah dan bahwa perubahan ini lebih memperjelas bahwa itu bintang-bintang yang menjauh dari bumi. Penemuan ini berpengaruh bagi dunia ilmu pengetahuan, karena menurut aturan ilmu fisika yang sudah diakui, spektrum cahaya berkedip-kedip yang bergerak mendekati tempat observasi tersebut cenderung mendekati warna lembayung, sedangkan spektrum cahaya berkerlap-kerlip yang menjauh dari tempat observasi itu cenderung mendekati warna merah. Artinya, bintang-bintang itu menjauh dari kita secara tetap.

Lama sebelumnya, Hubble menemukan penemuan lain yang sangat penting: Bintang dan galaksi bergerak menjauh bukan hanya dari kita, tetapi juga saling menjauh. Satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu alam semesta di mana semua bintang dan galaksi menjauh dari bintang dan galaksi lain adalah bahwa alam semesta ‘bertambah luas’ secara tetap.

Untuk lebih memahaminya, alam semesta dapat dianggap sebagai permukaan balon yang meledak. Karena bagian-bagian di permukaan balon ini saling memisah sebagai akibat dari pemompaan atau penggelembungan, hal ini berlaku juga untuk obyek-obyek di ruang angkasa yang saling memisah sebagai akibat dari terus bertambah luasnya alam semesta.

Sebenarnya, teori ini telah ditemukan jauh sebelumnya. Albert Einstein, yang dianggap merupakan ilmuwan terbesar abad 20, telah menyimpulkan dalam teori fisikanya setelah melalui perhitungan yang cermat bahwa alam semesta itu dinamis dan tidak statis. Namun bagaimanapun, ia telah meletakkan penemuannya bukan untuk bertentangan dengan teori model alam semesta statis yang sudah diakui luas di zamannya. Einsten kemudian mengidentifikasi tindakannya itu sebagai kesalahan terbesar sepanjang karir keilmuwanannya. Sesudah itu, menjadi jelas melalui pengamatan Hubbles bahwa alam semesta bertambah luas.

Jadi, apa yang penting dari fakta bahwa alam semesta bertambah luas terhadap proses terjadinya alam semesta?

Alam semesta yang bertambah luas itu menunjukkan bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur dalam hal waktu, maka alam semesta terbukti berasal dari ‘titik tunggal’. Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal ini yang mengandung pengertian semua zat atau materi yang ada di alam semesta mempunyai ‘volume nol’ dan ‘kerapatan yang tak terbatas’. Alam semesta terjadi karena adanya ledakan dari titik tunggal yang bervolume nol ini. Ledakan yang luar biasa dahsyatnya yang disebut Ledakan Dahsyat ini menandai awal dimulainya alam semesta.

‘Volume nol’ merupakan satuan teoretis yang digunakan untuk tujuan pemaparan. Ilmu pengetahuan dapat menetapkan konsep ‘ketidakadaan’, yang berada di luar jangkauan batas-batas pemahaman manusia, dengan hanya mengungkapkannya sebagai ‘suatu titik yang bervolume nol’. Alam semesta muncul dari ‘ketidakadaan’. Dengan kata lain, alam semesta itu diciptakan.

Teori Ledakan Dahsyat itu menunjukkan bahwa pada awalnya, semua obyek di alam semesta merupakan satu bagian dan kemudian terpisah-pisah. Kenyataan ini, yang ditunjukkan dengan teori Ledakan Dahsyat, dinyatakan dalam Al-Qur'an 14 abad lalu, ketika manusia masih memiliki pengetahuan yang amat terbatas tentang alam semesta:

Tidakkah orang-orang kafir mengerti bahwa langit dan bumi semula berpadu (sebagai satu kesatuan dalam penciptaan), lalu keduanya Kami pisahkan? Dari air Kami jadikan segalanya hidup. Tidakkah mereka mau beriman juga? (Surat al-Anbiyaa’, 30)

Seperti yang dinyatakan dalam ayat tersebut, apa saja, bahkan di ‘langit dan bumi’ yang belum tercipta sekalipun, diciptakan dengan suatu Ledakan Dahsyat dari suatu titik tunggal, dan membentuk alam semesta yang sekarang ini dengan saling terpisah.

Jika kita bandingkan pernyataan ayat itu dengan teori Ledakan Dahsyat, maka kita mengetahui bahwa ayat itu sepenuhnya cocok dengan teori tersebut. Namun, baru pada abad ke-20, Ledakan Dahsyat dikemukakansebagai teori ilmiah.

Meluasnya alam semesta itu merupakan salah satu bukti terpenting bahwa alam semesta diciptakan dari ketidakadaan. Meskipun kenyatan ini tidak ditemukan oleh ilmu pengetahuan sampai abad ke-20, Allah telah menjelaskan kepada kita kenyataan ini dalam Al-Qur'an, 1.400 tahun silam:

Dengan kekuasaan Kami membangun cakrawala, dan Kami yang menciptakan angkasa luas. (Surat adz-Dzaariyaat, 47)

Sumber : Memahami Allah Melalui Akal : Harun Yahya